FILSAFAT IBNU RUSYD
Makalah
Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Filsafat
Islam
Dosen
Pembimbing:
Imam
Fahruddin, M.Ag
Disusun
Oleh:
Marwis
M.
Alimuddin Ichwani
Usman
Karatlau
EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH
PERGURUAN TINGGI
ILMU AL-QURAN (PTIQ) JAKARTA
Jl. Batan I No.
2 Ps. Jum’at – Lebak Bulus Cilandak, Jakarta Selatan 12440
2015-2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta taufik dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah Filsafat Islam ini dengan judul “Filsafat Ibnu Rusyd”.
Makalah
ini ditulis dalam rangka sebagai tugas mata kuliah Filsafat Islam. Terima kasih penulis ucapkan kepada dosen pembimbing
dan rekan-rekan sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis
menyadari bahwa makalah ini kurang dari kesempurnaan, oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya
penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi setiap pembaca. Amiin yaa
rabbal aalamiin.
Jakarta, November 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengaruh dominan filsafat Yunani terhadap pemikiran filsafat dalam
Islam tidak terbantahkan, bahkan dominasi tersebut diakui oleh para filosof
Muslim. Secara diplomasi al-Kindi mengatakan bahwa filsafat Yunani telah
membantu umat Islam dengan bekal dan dasar-dasar pikiran serta membuka jalan
bagi ukuran-ukuran kebenaran. Karena itu, beberapa teori filsafat Yunani,
khususnya Aristo dipandang sejalan dengan ajaran Islam seperti teori ketuhanan,
jiwa dan roh, penciptaan alam dan lain-lain. Alkindi dan juga beberapa filosof
Muslim setelahnya muncul sebagai penerjemah, pen-syarah dan juga komentator
“Yunani”. Ibnu Rusyd memandang Aristoteles sebagai seorang pemikir terbesar
yang pernah lahir, ia seorang bijaksana yang memiliki ketulusan keyakinan. Maka
dalam syairnya Divine Comedy, Dante mengatakan Ibn Rusyd sebagai komentator
terbesar terhadap filsafat Aristoteles dimasanya mengalahkan keterkenalannya
dalam pengetahuan lain seperti fisika, kedokteran dan astronomi.[1]
Dominasi pengaruh filsafat Yunani demikian, tak menimbulkan masalah
dan tantangan tersendiri terhadap eksistensi filsafat Islam. Secara internal
munculnya kritisisme bahkan tuduhan negatif oleh kalangan ulama orthodok
terhadap pemikiran filsafat dalam Islam. Secara eksternal ada sanggahan bahwa
sebenarnya filsafat Islam tidak ada, yang ada hanyalah umat Islam
memfilsafatkan filsafat Yunani agar sesuai dengan ajaran Islam. Persoalannya
adalah apakah benar filsafat telah menyelewengkan keyakinan Islam? Dengan
demikian, benarkah para filosof Muslim adalah ahli bid’ah dan kufr? Seperti
terlihat dalam tuduhan-tuduhan kaum orthodok.
Persoalan ini sangat urgen untuk diselesaikan karena sudah
menyangkut persoalan sensitif keimanan dan karena ternyata ikhtilaf dalam
metode keilmuan untuk memahami ajaran agama sampai pada klaim-klaim kebenaran
tentang status agama seseorang. Karena itu persoalan ini diangkat dalam makalah
ini dengan tema sentralnya Ibnu Rusyd.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup & Karya
Ibnu Rusyd
1. Riwayat Hidup Ibnu Rusyd
Nama lengkapnya Muhammad Bin Ahmad Bin Muhammad Ibnu Rusyd, gelarnya
Abul Walied, nama panggilannya Ibnu Rusyd
kelahiran Cordova pada tahun 520
H / 1126 M, di kota Cordova ibu kota Andalusia wilayah ujung barat benua Eropa.
Ibnu Rusyd berasal dari kalangan keluarga besar yang terkenal dengan keutamaan
dan mempunyai kedudukan tinggi di Andalusia (Spanyol). Ibnu Rusyd adalah
seorang filosof Islam terbesar yang dibelahan barat dunia di Eropa pada zaman
pertengahan dengan sebutan “Averrois”.
Keluarga Ibnu Rusyd sejak dari kakeknya, tercatat sebagai tokoh
keilmuan. Kakeknya menjabat sebagai Qadhi di Cordova dan meninggalkan
karya-karya ilmiah yang berpengaruh di Spanyol, begitu pula ayahnya. Maka Ibnu
Rusyd dari kecil tumbuh dalam suasana rumah tangga dan keluarga yang besar
sekali perhatiannya kepada ilmu pengetahuan. Ia mempelajari kitab Qanun karya
Ibnu Sina dalam kedokteran dan filsafat dikota kelahirannya sendiri.[2]
Keluarga Ibnu Rusyd yang besar mengutamakan ilmu
pengetahuan yang meruapakan salah satu faktor yang ikut melempangkan jalan
baginya menjadi ilmuan. Faktor lain bagi keberhasilannya adalah ketajaman
berpikir dan kejeniusan otaknya, oleh karena itu tidaklah mengherankan jika ia
dapat mewarisi sepenuhnya intelektualitas keluarganya dan berhasil menjadi
seorang sarjana yang menguasai berbagai disiplin ilmu, seperti hukum, filsafat,
kedokteran, astronomi, sastra arab dan lainnya.
Ibnu Rusyd dipandang sebagai pemikir yang sangat menonjol pada
periode perkembangan filsafat Islam mencapai puncaknya. Keunggulannya terletak
pada kekuatan dan ketajaman filsafatnya yang luas serta pengaruhnya yang besar
terhadap perkembangan pemikiran di Barat. Filsafatnya merembes dari Andalusia
(Spanyol) ke seluruh negeri-negeri Eropa, dan itulah yang menjadi pokok pangkal
kebangkitan bangsa-bangsa Barat.
Pada tahun 1169 M. Ibnu Tufail membawa Ibnu Rusyd (ketika itu
umurnya 43 tahun) kehadapan sultan yang berpikiran maju dan memberi perhatian
kepada bidang ilmu, yaitu Abu Ya’qub Yusuf, yang memberinya tugas untuk
menyeleksi dan megoreksi berbagai syarah (komentar) dan tafsir karya-karya
Aristoteles, sehingga ungkapan-ungkapannya lebih kena dan bersih dari banyak
cacat, karena keteledoran transkrip maupun kekeliruan para penulis sejarah dan
penafsir lainnya.
Ketika Ibnu Tufail memasuki usia senja tahun 1182 M, Ibnu Rusyd
(dalam usia 56 tahun) menempati jabatan sebagai dokter pribadi
Sultan Ya’qub di istana Marakish. Sebagai seorang filosof pengaruhnya
dikalangan istana tidak disenangi oleh kaum ulama dan fukaha. Bahkan ia dituduh
membawa filsafat yang menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam, sebagai akibatnya
ia ditangkap dan dan diasingkan ke suatu tempat bernama Lucena daerah Cordova. Tindakan
kaum ulama dan fukaha tidak hanya sampai di situ, bahkan membawa pengaruh yang
menyebabkan kaum filosof tidak disenangi lagi. Semua buku Ibnu Rusyd
diperintahkan untuk dibakar, kecuali mengenai ilmu-ilmu kedokteran, matematika
dan astronomi. Ia pun diumumkan keseluruh negeri sebagai penyeleweng dan
menjadi kafir. Setelah Ibnu Rusyd dipindahkan ke Maroko dan meninggal disana
pada tahun 1198 dalam usia 72 tahun.[3]
2. Karya-karya Ibnu Rusyd
Ibn Rusyd adalah seorang ulama besar dan pengulas yang dalam
filsafat Aristoteles. Kegemarannya terhadap ilmu sukar dicari bandingnnya, karena
menurut riwayat, sejak kecil sampai tuanya ia tak pernah membaca dan menelaah
kitab, kecuali pada malam ayahnya meninggal dan dalam perkawinan dirinya. Karangannya
meliputi berbagai-bagai ilmu, seperti fiqih, usul, bahasa, kedokteran, astronom
politik, akhlak dan filsafat. Tidak kurang dari sepuluh ribu lembar yang telah
ditulisnya. Buku-bukunya adakalanya merupakan karangan sendiri, atau ulasan
atau ringkasan. Karena sangat tinggi penghargaannya terhadap aristoteles, maka
tidak mengherankan jik ia memberi perhatiannya yang besar untuk mengulaskan dan
meringkaskan filsafat Aristoteles. Buku-buku yang lain yang diulasnya adalah
buku Karangan Plato, Iskandar Aphrodisias, Plotinus, Galinus, Al-Farabi, Ibn
Sina, Al-Ghazali, dan Ibn Bajjah.[4]
Karya-karya aslinya dari Ibn Rusyd yang penting, yaitu:
·
Tahafut
al-Tahafut (The incoherence of the incoherence = kacau balau yang kacau).
Sebuah buku yang sampai ke Eropa, dengan rupa yang lebih terang,
daripada buku-bukunya yang pernah dibaca oleh orang Eropa sebelumnya. Dalam
buku ini kelihatan jelas pribadinya, sebagai seorang muslim yang saleh dan taat
pada agamanya. Buku ini lebih terkenal dalam kalangan filsafat dan ilmu kalam
untuk membela filsafat dari serangan al-ghazali dalam bukunya yang berjudul
Tahafut al-Falasifah.
·
Kulliyat
fit Thib (aturan Umum Kedokteran), terdiri atas 16 jilid.
·
Mabadiul
Falasifah, Pengantar Ilmu Filsafat. Buku ini terdiri dari 12 bab
·
Tafsir
Urjuza, Kitab Ilmu Pengobatan.
·
Taslul,
Tentang Ilmu kalam.
·
Kasful
Adillah, Sebuah buku Scholastik, buku filsafat dan agama.
·
Muwafaqatil
hikmatiwal Syari’ah, persamaan filafat degan agama.
·
Bidayatul
Mujtahid, perbandingan mazhab dalam fiqh dengan menyeutkan alasan-alasannya
masing-masing.
·
Risalah
al-kharaj (tentang perpajakan)
·
Al-da’awi,
dan lain-lain.[5]
B. Filsafat Ibnu Rusyd
Agama Dan
Filsafat
Dalam rangka
membela filsafat dan filsuf muslim dari serangan para ulama, terutama
Al-Gazali, Ibnu Rusyd antara lain menegaskan bahwa antara agama (islam) dan
filsafat tidak ada pertentangan. Inti filsafat tidak lain dari berpikir tentang
wujud untuk mengetahui pencipta segala yang ada di dunia ini. Ibnu Rusyd
mendasarkan argumennya dengan dalil Q.S. Al-Hasyr ayat 2 dan Q.S. Al-Isra’ ayat
184[6]
menyuruh manusia berpikir tentang wujud atau alam yang tampak ini dalam
mengetahui Tuhan. Dengn demikian, Al-Qur’an menyeruh manusia berfilsafat. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan berdsarkan Al-Qur’an bahwa kaum muslim wajib berfilsafat
atau mempelajarai filsafat Yunani, bukan dilrang atau diharamkan. Al-Qur’an
memerintahkan manusia untuk mempelajari filsafat karena manusian harus membuat
spekulasi atas alam raya ini dan merenungkan berbagai macam kemajudan[7].
Lebih lanjut, Ibnu
Rusyd membagi manusia dalam tiga golongan, sebagimana dalam Al-Qur’an, manusia
terbagi dalam atas tiga golongan, yaitu:
1.
Para
Filsuf: Kaum yang menggunakan cara demonstratif.
2.
Para Tolog: Orang-orang
Asy’ariah, yang ajaran-ajaran mereka menjadi ajaran-ajaran resmi pada masa Ibnu
Rusyd, kaum yang lebih rendah tingkatannya karena memulai ajarannya dari
penalaran dialektis dan bukan dari kebenaran ilmiah.
3.
Orang Awam: Orang-orang
teoritis yang hanya bisa menyerap sesuatu lewat contoh-contoh dan pemikiran
putitis[8]
Qadim-nya Alam
Dalam rangka menangkis serangan Al-Ghazali terhadap paham Qadim-nya
alam. Ibnu Rusyd menegaskan bahawa Qadim-nya alam itu tidak bertentangan
dengan ajran Al-Qur’an. Bahkan sebaliknya, pendapat para teolog yang mengatakan
bahwa alam diciptakan Tuhan daro tiada justru tidak mempunyai dasar dalam
Al-Qur’an. Menurut Ibnu Rusyd, dari ayat-ayat Al-Qur’an (Q.S.Hud: 7, Q.S.
Al-Fushshilat: 41, Q.S. Al-Anbiyaa: 30) dapat diambil kesimpulan bahwa alam
diciptakan Tuhan bukanlah dari tiada tetapi dari sesuatu yang telah ada. Selain
itu, Ibnu Rusyd juga mengingatkan bahwa Qadim-nya alam tidaklah ahrus
membawa pada pengertian bahwa alam itu ada dengan sendirinya atau tidak
dijadikan oleh Tuhan[9].
Ibnu Rusyd mendasarkan pemikirannya tentang alam itu kekal adalah
surat Ibrahim ayat 47-48:
“Maka karena itu, jangan sekali-kali kamu mengira bahwa Allah
mengingkari janji-Nya kepada rasul-rasul-Nya. Sungguh Allah Mahaperkasa dan
mempunyai pembalasan (yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang
lain dan (demikian pula) langit, dan mereka (manusia) berkumpul (di Padang
Mahsyar) menghadap kepada Allah yang Maha Esa, Mahaperkasa.” (Q.S/ Ibrahim:
47-48)
Dalam ayat ini jelas kelihatan bahwa bumi dan langit akan ditukar
dengan bumi dan langit yang lain. Sesudah alam materi sekarang aka nada alam
materi lain. Oleh karena itu, Ibnu Rusyd dengan berpegang pada ayat ini
berpendapat bahwa alam ini betul diwujudkan, tetap diwujudkan terus-menerus.
Dengan kata lain, alam adalah kekal.[10]
Kebangkitan Jasmani
Dalam menangkis serangan Al-Ghazali, Ibnu Rusyd menyebutkan bahwa
terdapat pertentangan dalam tulisan Al-Ghazali mengenai kehidupan manusia pada
hari akhirat. Menurut Ibnu Rusyd, Al-Ghazali dalam bukunya, Tahafut Al-Falasifah
menyatakan bahwa tidak ada ulama yang berpendapat bahwa kebangkitan pada
hari akhirat hanya bersifat rohani, tetapi dalam bukunya yang lain, ia
mengatakan bahwa kaum sufi berpendapat bahwa yang akan terjadi pada hari
akhirat adalah kebangkitan rohani. Jadi, menurut Ibnu Rusyd, tidaklah ada ijma’
(kesepakatan) ulama tentang kebangkitan jasmani pada hari akhirat, dan karena
itu, paham yang menyatakan kebangkitan di akhirat hanya bersifat rohani saja,
tidak dapat dikafirkan denagn adanya alas an ijma’.
Pengetahuan Tuhan
Masih dalam rangka
menangkis serangan Al-Ghazali terhadap para filsuf Muslim. Ibnu Rusyd
menyatakan.
BAB III
KESIMPULAN
Nama lengkap Ibnu Rusyd yaitu Muhammad Bin Ahmad Bin Muhammad yang
bergelar Abul Walied. Nama panggilannya Ibnu Rusyd kelahiran Cordova pada tahun
520 H / 1126 M. Ibnu Rusyd adalah
seorang filosof Islam terbesar yang dibelahan barat dunia di Eropa pada zaman
pertengahan dengan sebutan “Averrois”.
Sebagai seorang ulama besar Ibnu Rusyd melahirkan banyak karya. Diantara
karya-karya aslinya dari Ibn Rusyd yang penting, yaitu:
1. Tahafut al-Tahafut
(The incoherence of the incoherence = kacau balau yang kacau). Kulliyat fit
Thib (aturan Umum Kedokteran), terdiri atas 16 jilid.
2. Mabadiul
Falasifah, Pengantar Ilmu Filsafat. Buku ini terdiri dari 12 bab
3. Tafsir Urjuza,
Kitab Ilmu Pengobatan.
4. Taslul, Tentang
Ilmu kalam.
5. Kasful Adillah,
Sebuah buku Scholastik, buku filsafat dan agama.
6. Muwafaqatil
hikmatiwal Syari’ah, persamaan filafat degan agama.
7. Bidayatul
Mujtahid, perbandingan mazhab dalam fiqh dengan menyeutkan alasan-alasannya
masing-masing.
8. Risalah al-kharaj
(tentang perpajakan)
9. Al-da’awi, dan
lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
·
Al-Ghazali
hamid Abu, Tahafut al-Falasifah (kerancuan para filosof), MARJA, Bandung
·
Dasoeki
Thawil Akhyar, Sebuah Kompilasi Filsafat Islam, Semarang; Dina Utama Semarang,
1993.
·
Daudy
Ahmad, Kuliah Filsafat Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1986.
·
Fuad
Al-Ahwany Ahmad, Dalam segi-segi Pemikiran Filsafat Dalam Islam, Ahmad Daudy
(edt) Jakarta, Bulan Bintang, 1984.
·
Hairul
Saleh, www. Blog spot, “Titik Temu Filsafat Ibn Rusyd dan al-Ghazali”, com.
·
Hanafi,
Ahmad Pengantar Filsafat Islam, Bulan Bintang: Jakarta, 1991.
·
Iqbal
Muhammad, Ibn Rusyd dan Averroisme, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004.
·
Nasution
Harun, Filsafat dan mistisisme dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1985.
·
Rusyd
Ibn, Tahafut at-Tahafut, Tahqiq Sulaiman Dunia, kairo, Dar al Ma’arif, 1964.
·
Shaikh,
M. Saeed, Studies in Muslim Philosophy, Delhi: Adam Publisher, 1994.
·
www.Scrib,
“hukum kausalitas Ibn Rusyd vs Al-Ghazali”, com. Di akses tanggal 02-04-2013
·
Zar
Sirajuddin, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, Jakarta; PT. Raja Grafindo
Persada, 2004.
[1]
M. Saed Shaikh, Studies in Muslim Philosophy, (Delhi: Adam
Publisher, 1994), cet, ke-1, h. 170
[2] Muhammad
Iqbal, Ibnu Rusyd dan Averroisme, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004)
[3] Thawil
Akhyar Dasoeki, Sebuah Kompilasi Filsafat Islam, (Semarang; Dina Utama
Semarang, 1993), h.86
[4] Ahmad
Hanafi, Pengantar filsafat islam, (Bulan Bintang: Jakarta, 1991)
[5] Op.Cit.,Thawil
Akhyar Dasoeki, h.86
[6]
Desi Supriaydi, Pengantar filsafat Islam, (Bandung, Pustaka Setia, 2009) H.230.
[7]
Desi Supriaydi, Pengantar filsafat Islam, (Bandung, Pustaka Setia, 2009) H.231.
[8]
Desi Supriaydi, Pengantar filsafat Islam, (Bandung, Pustaka Setia, 2009) H.231.
[9]
Desi Supriaydi, Pengantar filsafat Islam, (Bandung, Pustaka Setia, 2009) H.232.
[10]
Desi Supriaydi, Pengantar filsafat Islam, (Bandung, Pustaka Setia, 2009)
H.231-232.