barcelona

">

Senin, 30 November 2015



FILSAFAT IBNU RUSYD
Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Filsafat Islam
Dosen Pembimbing:
Imam Fahruddin, M.Ag

  

Disusun Oleh:
Marwis
M. Alimuddin Ichwani
Usman Karatlau

 EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH
PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QURAN (PTIQ) JAKARTA
Jl. Batan I No. 2 Ps. Jum’at – Lebak Bulus Cilandak, Jakarta Selatan 12440
2015-2016



KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah Filsafat Islam ini dengan judul “Filsafat Ibnu Rusyd”.
Makalah ini ditulis dalam rangka sebagai tugas mata kuliah Filsafat Islam. Terima kasih penulis ucapkan kepada dosen pembimbing dan rekan-rekan sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa makalah ini kurang dari kesempurnaan, oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi setiap pembaca. Amiin yaa rabbal aalamiin.







Jakarta, November 2015

Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengaruh dominan filsafat Yunani terhadap pemikiran filsafat dalam Islam tidak terbantahkan, bahkan dominasi tersebut diakui oleh para filosof Muslim. Secara diplomasi al-Kindi mengatakan bahwa filsafat Yunani telah membantu umat Islam dengan bekal dan dasar-dasar pikiran serta membuka jalan bagi ukuran-ukuran kebenaran. Karena itu, beberapa teori filsafat Yunani, khususnya Aristo dipandang sejalan dengan ajaran Islam seperti teori ketuhanan, jiwa dan roh, penciptaan alam dan lain-lain. Alkindi dan juga beberapa filosof Muslim setelahnya muncul sebagai penerjemah, pen-syarah dan juga komentator “Yunani”. Ibnu Rusyd memandang Aristoteles sebagai seorang pemikir terbesar yang pernah lahir, ia seorang bijaksana yang memiliki ketulusan keyakinan. Maka dalam syairnya Divine Comedy, Dante mengatakan Ibn Rusyd sebagai komentator terbesar terhadap filsafat Aristoteles dimasanya mengalahkan keterkenalannya dalam pengetahuan lain seperti fisika, kedokteran dan astronomi.[1]
Dominasi pengaruh filsafat Yunani demikian, tak menimbulkan masalah dan tantangan tersendiri terhadap eksistensi filsafat Islam. Secara internal munculnya kritisisme bahkan tuduhan negatif oleh kalangan ulama orthodok terhadap pemikiran filsafat dalam Islam. Secara eksternal ada sanggahan bahwa sebenarnya filsafat Islam tidak ada, yang ada hanyalah umat Islam memfilsafatkan filsafat Yunani agar sesuai dengan ajaran Islam. Persoalannya adalah apakah benar filsafat telah menyelewengkan keyakinan Islam? Dengan demikian, benarkah para filosof Muslim adalah ahli bid’ah dan kufr? Seperti terlihat dalam tuduhan-tuduhan kaum orthodok.
Persoalan ini sangat urgen untuk diselesaikan karena sudah menyangkut persoalan sensitif keimanan dan karena ternyata ikhtilaf dalam metode keilmuan untuk memahami ajaran agama sampai pada klaim-klaim kebenaran tentang status agama seseorang. Karena itu persoalan ini diangkat dalam makalah ini dengan tema sentralnya Ibnu Rusyd.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Riwayat Hidup & Karya Ibnu Rusyd
1. Riwayat Hidup Ibnu Rusyd
Nama lengkapnya Muhammad Bin Ahmad Bin Muhammad Ibnu Rusyd, gelarnya Abul Walied, nama panggilannya Ibnu Rusyd  kelahiran  Cordova pada tahun 520 H / 1126 M, di kota Cordova ibu kota Andalusia wilayah ujung barat benua Eropa. Ibnu Rusyd berasal dari kalangan keluarga besar yang terkenal dengan keutamaan dan mempunyai kedudukan tinggi di Andalusia (Spanyol). Ibnu Rusyd adalah seorang filosof Islam terbesar yang dibelahan barat dunia di Eropa pada zaman pertengahan dengan sebutan “Averrois”.
Keluarga Ibnu Rusyd sejak dari kakeknya, tercatat sebagai tokoh keilmuan. Kakeknya menjabat sebagai Qadhi di Cordova dan meninggalkan karya-karya ilmiah yang berpengaruh di Spanyol, begitu pula ayahnya. Maka Ibnu Rusyd dari kecil tumbuh dalam suasana rumah tangga dan keluarga yang besar sekali perhatiannya kepada ilmu pengetahuan. Ia mempelajari kitab Qanun karya Ibnu Sina dalam kedokteran dan filsafat dikota kelahirannya sendiri.[2]
            Keluarga Ibnu Rusyd yang besar mengutamakan ilmu pengetahuan yang meruapakan salah satu faktor yang ikut melempangkan jalan baginya menjadi ilmuan. Faktor lain bagi keberhasilannya adalah ketajaman berpikir dan kejeniusan otaknya, oleh karena itu tidaklah mengherankan jika ia dapat mewarisi sepenuhnya intelektualitas keluarganya dan berhasil menjadi seorang sarjana yang menguasai berbagai disiplin ilmu, seperti hukum, filsafat, kedokteran, astronomi, sastra arab dan lainnya.
Ibnu Rusyd dipandang sebagai pemikir yang sangat menonjol pada periode perkembangan filsafat Islam mencapai puncaknya. Keunggulannya terletak pada kekuatan dan ketajaman filsafatnya yang luas serta pengaruhnya yang besar terhadap perkembangan pemikiran di Barat. Filsafatnya merembes dari Andalusia (Spanyol) ke seluruh negeri-negeri Eropa, dan itulah yang menjadi pokok pangkal kebangkitan bangsa-bangsa Barat.
Pada tahun 1169 M. Ibnu Tufail membawa Ibnu Rusyd (ketika itu umurnya 43 tahun) kehadapan sultan yang berpikiran maju dan memberi perhatian kepada bidang ilmu, yaitu Abu Ya’qub Yusuf, yang memberinya tugas untuk menyeleksi dan megoreksi berbagai syarah (komentar) dan tafsir karya-karya Aristoteles, sehingga ungkapan-ungkapannya lebih kena dan bersih dari banyak cacat, karena keteledoran transkrip maupun kekeliruan para penulis sejarah dan penafsir lainnya.
Ketika Ibnu Tufail memasuki usia senja tahun 1182 M, Ibnu Rusyd (dalam usia  56 tahun)  menempati jabatan sebagai dokter pribadi Sultan Ya’qub di istana Marakish. Sebagai seorang filosof pengaruhnya dikalangan istana tidak disenangi oleh kaum ulama dan fukaha. Bahkan ia dituduh membawa filsafat yang menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam, sebagai akibatnya ia ditangkap dan dan diasingkan ke suatu tempat bernama Lucena daerah Cordova. Tindakan kaum ulama dan fukaha tidak hanya sampai di situ, bahkan membawa pengaruh yang menyebabkan kaum filosof tidak disenangi lagi. Semua buku Ibnu Rusyd diperintahkan untuk dibakar, kecuali mengenai ilmu-ilmu kedokteran, matematika dan astronomi. Ia pun diumumkan keseluruh negeri sebagai penyeleweng dan menjadi kafir. Setelah Ibnu Rusyd dipindahkan ke Maroko dan meninggal disana pada tahun 1198 dalam usia 72 tahun.[3]
2. Karya-karya Ibnu Rusyd
Ibn Rusyd adalah seorang ulama besar dan pengulas yang dalam filsafat Aristoteles. Kegemarannya terhadap ilmu sukar dicari bandingnnya, karena menurut riwayat, sejak kecil sampai tuanya ia tak pernah membaca dan menelaah kitab, kecuali pada malam ayahnya meninggal dan dalam perkawinan dirinya. Karangannya meliputi berbagai-bagai ilmu, seperti fiqih, usul, bahasa, kedokteran, astronom politik, akhlak dan filsafat. Tidak kurang dari sepuluh ribu lembar yang telah ditulisnya. Buku-bukunya adakalanya merupakan karangan sendiri, atau ulasan atau ringkasan. Karena sangat tinggi penghargaannya terhadap aristoteles, maka tidak mengherankan jik ia memberi perhatiannya yang besar untuk mengulaskan dan meringkaskan filsafat Aristoteles. Buku-buku yang lain yang diulasnya adalah buku Karangan Plato, Iskandar Aphrodisias, Plotinus, Galinus, Al-Farabi, Ibn Sina, Al-Ghazali, dan Ibn Bajjah.[4]
Karya-karya aslinya dari Ibn Rusyd yang penting, yaitu:
·         Tahafut al-Tahafut (The incoherence of the incoherence = kacau balau yang kacau).
Sebuah buku yang sampai ke Eropa, dengan rupa yang lebih terang, daripada buku-bukunya yang pernah dibaca oleh orang Eropa sebelumnya. Dalam buku ini kelihatan jelas pribadinya, sebagai seorang muslim yang saleh dan taat pada agamanya. Buku ini lebih terkenal dalam kalangan filsafat dan ilmu kalam untuk membela filsafat dari serangan al-ghazali dalam bukunya yang berjudul Tahafut al-Falasifah.
·         Kulliyat fit Thib (aturan Umum Kedokteran), terdiri atas 16 jilid.
·         Mabadiul Falasifah, Pengantar Ilmu Filsafat. Buku ini terdiri dari 12 bab
·         Tafsir Urjuza, Kitab Ilmu Pengobatan.
·         Taslul, Tentang Ilmu kalam.
·         Kasful Adillah, Sebuah buku Scholastik, buku filsafat dan agama.
·         Muwafaqatil hikmatiwal Syari’ah, persamaan filafat degan agama.
·         Bidayatul Mujtahid, perbandingan mazhab dalam fiqh dengan menyeutkan alasan-alasannya masing-masing.
·         Risalah al-kharaj (tentang perpajakan)
·         Al-da’awi, dan lain-lain.[5]





B. Filsafat Ibnu Rusyd
            Agama Dan Filsafat
            Dalam rangka membela filsafat dan filsuf muslim dari serangan para ulama, terutama Al-Gazali, Ibnu Rusyd antara lain menegaskan bahwa antara agama (islam) dan filsafat tidak ada pertentangan. Inti filsafat tidak lain dari berpikir tentang wujud untuk mengetahui pencipta segala yang ada di dunia ini. Ibnu Rusyd mendasarkan argumennya dengan dalil Q.S. Al-Hasyr ayat 2 dan Q.S. Al-Isra’ ayat 184[6] menyuruh manusia berpikir tentang wujud atau alam yang tampak ini dalam mengetahui Tuhan. Dengn demikian, Al-Qur’an menyeruh manusia berfilsafat. Oleh karena itu, dapat disimpulkan berdsarkan Al-Qur’an bahwa kaum muslim wajib berfilsafat atau mempelajarai filsafat Yunani, bukan dilrang atau diharamkan. Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk mempelajari filsafat karena manusian harus membuat spekulasi atas alam raya ini dan merenungkan berbagai macam kemajudan[7].
            Lebih lanjut, Ibnu Rusyd membagi manusia dalam tiga golongan, sebagimana dalam Al-Qur’an, manusia terbagi dalam atas tiga golongan, yaitu:
1.      Para Filsuf:      Kaum yang menggunakan cara demonstratif.
2.       Para Tolog:     Orang-orang Asy’ariah, yang ajaran-ajaran mereka menjadi ajaran-ajaran resmi pada masa Ibnu Rusyd, kaum yang lebih rendah tingkatannya karena memulai ajarannya dari penalaran dialektis dan bukan dari kebenaran ilmiah.
3.      Orang Awam: Orang-orang teoritis yang hanya bisa menyerap sesuatu lewat contoh-contoh dan pemikiran putitis[8]
Qadim-nya Alam
Dalam rangka menangkis serangan Al-Ghazali terhadap paham Qadim-nya alam. Ibnu Rusyd menegaskan bahawa Qadim-nya alam itu tidak bertentangan dengan ajran Al-Qur’an. Bahkan sebaliknya, pendapat para teolog yang mengatakan bahwa alam diciptakan Tuhan daro tiada justru tidak mempunyai dasar dalam Al-Qur’an. Menurut Ibnu Rusyd, dari ayat-ayat Al-Qur’an (Q.S.Hud: 7, Q.S. Al-Fushshilat: 41, Q.S. Al-Anbiyaa: 30) dapat diambil kesimpulan bahwa alam diciptakan Tuhan bukanlah dari tiada tetapi dari sesuatu yang telah ada. Selain itu, Ibnu Rusyd juga mengingatkan bahwa Qadim-nya alam tidaklah ahrus membawa pada pengertian bahwa alam itu ada dengan sendirinya atau tidak dijadikan oleh Tuhan[9].
Ibnu Rusyd mendasarkan pemikirannya tentang alam itu kekal adalah surat Ibrahim ayat 47-48:
Maka karena itu, jangan sekali-kali kamu mengira bahwa Allah mengingkari janji-Nya kepada rasul-rasul-Nya. Sungguh Allah Mahaperkasa dan mempunyai pembalasan (yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka (manusia) berkumpul (di Padang Mahsyar) menghadap kepada Allah yang Maha Esa, Mahaperkasa.” (Q.S/ Ibrahim: 47-48)
 Dalam ayat ini jelas kelihatan bahwa bumi dan langit akan ditukar dengan bumi dan langit yang lain. Sesudah alam materi sekarang aka nada alam materi lain. Oleh karena itu, Ibnu Rusyd dengan berpegang pada ayat ini berpendapat bahwa alam ini betul diwujudkan, tetap diwujudkan terus-menerus. Dengan kata lain, alam adalah kekal.[10]
Kebangkitan Jasmani
            Dalam menangkis serangan Al-Ghazali, Ibnu Rusyd menyebutkan bahwa terdapat pertentangan dalam tulisan Al-Ghazali mengenai kehidupan manusia pada hari akhirat. Menurut Ibnu Rusyd, Al-Ghazali dalam bukunya, Tahafut Al-Falasifah menyatakan bahwa tidak ada ulama yang berpendapat bahwa kebangkitan pada hari akhirat hanya bersifat rohani, tetapi dalam bukunya yang lain, ia mengatakan bahwa kaum sufi berpendapat bahwa yang akan terjadi pada hari akhirat adalah kebangkitan rohani. Jadi, menurut Ibnu Rusyd, tidaklah ada ijma’ (kesepakatan) ulama tentang kebangkitan jasmani pada hari akhirat, dan karena itu, paham yang menyatakan kebangkitan di akhirat hanya bersifat rohani saja, tidak dapat dikafirkan denagn adanya alas an ijma’.
Pengetahuan Tuhan
            Masih dalam rangka menangkis serangan Al-Ghazali terhadap para filsuf Muslim. Ibnu Rusyd menyatakan.
BAB III
 KESIMPULAN
Nama lengkap Ibnu Rusyd yaitu Muhammad Bin Ahmad Bin Muhammad yang bergelar Abul Walied. Nama panggilannya Ibnu Rusyd kelahiran Cordova pada tahun 520 H / 1126 M.  Ibnu Rusyd adalah seorang filosof Islam terbesar yang dibelahan barat dunia di Eropa pada zaman pertengahan dengan sebutan “Averrois”.
Sebagai seorang ulama besar Ibnu Rusyd melahirkan banyak karya. Diantara karya-karya aslinya dari Ibn Rusyd yang penting, yaitu:
1.         Tahafut al-Tahafut (The incoherence of the incoherence = kacau balau yang kacau). Kulliyat fit Thib (aturan Umum Kedokteran), terdiri atas 16 jilid.
2.         Mabadiul Falasifah, Pengantar Ilmu Filsafat. Buku ini terdiri dari 12 bab
3.         Tafsir Urjuza, Kitab Ilmu Pengobatan.
4.         Taslul, Tentang Ilmu kalam.
5.         Kasful Adillah, Sebuah buku Scholastik, buku filsafat dan agama.
6.         Muwafaqatil hikmatiwal Syari’ah, persamaan filafat degan agama.
7.         Bidayatul Mujtahid, perbandingan mazhab dalam fiqh dengan menyeutkan alasan-alasannya masing-masing.
8.         Risalah al-kharaj (tentang perpajakan)
9.         Al-da’awi, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
·         Al-Ghazali hamid Abu, Tahafut al-Falasifah (kerancuan para filosof), MARJA, Bandung
·         Dasoeki Thawil Akhyar, Sebuah Kompilasi Filsafat Islam, Semarang; Dina Utama Semarang, 1993.
·         Daudy Ahmad, Kuliah Filsafat Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1986.
·         Fuad Al-Ahwany Ahmad, Dalam segi-segi Pemikiran Filsafat Dalam Islam, Ahmad Daudy (edt) Jakarta, Bulan Bintang, 1984.
·         Hairul Saleh, www. Blog spot, “Titik Temu Filsafat Ibn Rusyd dan al-Ghazali”, com.
·         Hanafi, Ahmad Pengantar Filsafat Islam, Bulan Bintang: Jakarta, 1991.
·         Iqbal Muhammad, Ibn Rusyd dan Averroisme, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004.
·         Nasution Harun, Filsafat dan mistisisme dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1985.
·         Rusyd Ibn, Tahafut at-Tahafut, Tahqiq Sulaiman Dunia, kairo, Dar al Ma’arif, 1964.
·         Shaikh, M. Saeed, Studies in Muslim Philosophy, Delhi: Adam Publisher, 1994.
·         www.Scrib, “hukum kausalitas Ibn Rusyd vs Al-Ghazali”, com. Di akses tanggal 02-04-2013
·         Zar Sirajuddin, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2004.



[1] M. Saed Shaikh, Studies in Muslim Philosophy, (Delhi: Adam Publisher, 1994), cet, ke-1, h. 170

[2] Muhammad Iqbal, Ibnu Rusyd dan Averroisme, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004)
[3] Thawil Akhyar Dasoeki, Sebuah Kompilasi Filsafat Islam, (Semarang; Dina Utama Semarang, 1993), h.86
[4] Ahmad Hanafi, Pengantar filsafat islam, (Bulan Bintang: Jakarta, 1991)
[5] Op.Cit.,Thawil Akhyar Dasoeki, h.86
[6] Desi Supriaydi, Pengantar filsafat Islam, (Bandung, Pustaka Setia, 2009) H.230.
[7] Desi Supriaydi, Pengantar filsafat Islam, (Bandung, Pustaka Setia, 2009) H.231.
[8] Desi Supriaydi, Pengantar filsafat Islam, (Bandung, Pustaka Setia, 2009) H.231.
[9] Desi Supriaydi, Pengantar filsafat Islam, (Bandung, Pustaka Setia, 2009) H.232.
[10] Desi Supriaydi, Pengantar filsafat Islam, (Bandung, Pustaka Setia, 2009) H.231-232.