KATA PENGANTAR
Puji syukur
Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah SWT, atas limpahan taufik dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan Makalah Takhrijul
Hadist ini dengan baik.
Penulisan
makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Studi Hadist agar kita
bisa mengerti tentang penelitian hadist.
Kami
mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah sabar dan telaten,
membimbing dan mengajarkan kami berbagai hal yang belum bisa kami ketahui.
Tak ada gading
yang tak retak, kami mohon sumbang saran dan kritik para pembaca dari berbagai
pihak sangat kami harapkan demi perbaikan penulisan makalah ini. Mudah-mudahan
apa yang ada di dalam makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Amin
Jakartaa, 19
April 2015
PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Takhrij Hadist
merupakan langkah awal dalam kegiatan penelitian hadist.Pada masa awal
penelitian hadist telah dilakukan oleh para ulama salaf yang kemudaian hasilnya
telah dikodifikasikan dalam berbagai buku hadist.Mengetahui masalah takhrij,
kaidah.dan metodenya adalah sesuatu yang sangat penting bagi orang yang
mempelajari ilmu-ilmu syar‟i, agar mampu melacak suatu hadist sampai pada sumbernya.
Kebutuhan
takhrij adalah perlu sekali, karena orang yang mempelajari ilmu tidak akan
dapat membuktikan(menguatkan) dengan suatu hadist atau tidak dapat
meriwayatkannya, kecuali setelah ulama-ulama yang telah meriwayatkan hadist
dalam kitabnya dengan dilengkapi sanadnya, karena itu, masalah takhrij ini
sangat dibutuhkan setiap orang yang membahas atau menekuni ilmu-ilmu syar‟i dan
yang sehubungan dengannya.
B. Rumusan
Masalah
1) Jelaskan
tentang definisi takhrij?
2) Bagaimana
sejarah takhrij hadist?
3) Apa tujuan
dan manfaat takhrij hadist?
4) Jelaskan
tentang metode takhrij hadist?
5) Jelaskan
tentang langkah praktis dalam penelitian hadits?
6) Sebutkan
kitab-kitab yang diperlukan dalam takhruj hadits?
C. Tujuan
Penulisan
1) Mengetahui
Definisi Takhrij dan Takhrij hadist
2) Mengetahui
Sejarah, Tujuan, Metode, dan Manfaat
Takhrij Hadist
3) Mengetahui
Langkah-langkah dan Kitab-Kitab dalam Takhrij Hadist
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Takhrij
Secara
etimologi kata takhrj berasal dari akar kata جرخي جرخ
اجورخmendapat tambahan tasydid pada ro‟ („ain fiil) menjadi : خرّج يخرّج حخريجا
yang menampakkan, mengeluarkan, menerbitkan, menyebutkan, dan menumbuhkan.[1]
Maksudnya
menampakkan sesuatu yang tersembunyi, tidak kelihatan dan masih samar.
Penampakan dan pengeluaran disini tidak mesti berbentuk fisik yang konkret,
tetapi mencakup nonfisik yang hanya memerlukan tenaga dan pikiran seperti makna
kata اسخخراج
yang diartikan istnbath yang berarti mengeluarkan hukum dari nash/teks Alqur‟an
dan hadist.
Takhrij secara
bahasa berarti juga berkumpulnya dua perkara yang saling berlawanan dalam satu
persoalan, namun secara mutlak diartikan oleh para ahli bahasa dengan arti
„mengeluarkan‟( al istinbath),‟ melatih‟( at-tadrib), dan
„menghadapkan‟(at-taujih).[2]
Takhrij menurut istilah adalah sebagai berikut:
a. Pendapat Mahmud Ath- Thahhan
انخخريج ىو
انذلانت عهي يوضع انحذيذ في يصادره الاصهيت انخي أخرجخو سنذه ببيا يرحبخو عنذ
انحاجت.
Takhrij adalah penunjukan terhadap tempat hadist di dalam sumber
aslinya yang dijelaskan sanad dan martabatnya sesuai keperluan.[3]
b. Pendapat Ahli hadist bahwa Takhrij mempunyai beberapa arti
sebagai berikut:
1. Mengemukakan hadist kepada orang banyak dengan menyebutkan para
periwayatnya dalam sanad yang telah meyampaikan hadist itu dengan metode
periwayatan yang mereka tempuh.
2. Ulama hadist
mengemukakan berbagai hadist yang telah dikemukakan oleh para guru hadist, atau
berbagai kitab, atau yang lainnya. Yang susunannya dikemukakan berdasarkan
riwayatnya sendiri, atau para gurunya, atau temannya, atau orang lain, dengan
menerangkan siapa periwayatnya dari para penyusun kitab atau karya tulis yang
dijadikan sumber pengambilan.
3. Menunjukan
asal- usul hadist dan mengemukakan sumber pengambilannya dari berbagai kitab
hadist yang disusun oleh para mukhorrijnya langsung ( yakni para periwayat yang
juga sebagai penghimpun bagi hadist yang mereka riwayatkan)
4. Mengemukakan
hadist berdasarkan sumbernya atau berbagai sumbernya, yakni kitab-kitab hadist,
yang didalamnya disertakan metode periwayatannya dan sanadnya masing-masing,
serta diterangkan keadaan periwayatnya dan kualitas hadistnya.
5. Menunjukan
atau mengemukakan letak asal hadist pada sumber yang asli, yakni berbagai kitab
yang didalamnya dikemukakan hadist itu secara lengkap dengan sanadnya
masing-masing: kemudian untuk kepentingan penelitian, dijelaskan kualitas sanad
hadist tersebut.[4]
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Takhrijul hadist adalah mengemukakan
hadist pada orang banyak dengan menyebutkan para rowinya, mengemukakan asal
usul hadist sambil dijelaskan sumber pengambilannya dari berbagai kitab hadist
yang rangkaian sanadnya berdasarkan riwayat yang telah diterimanya sendiri atau
berdasarkan rangkaian sanad gurunya, dan penelusuran atau pencarian hadist
dalam berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadist yang bersangkutan, yang di
dalam sumber itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadist yang
bersangkutan.
B. Sejarah Takhrij Hadist
Para ulama dan
peneliti hadist terdahulu tidak membutuhkan kaidah-kaidah dan pokok-pokok
takhrij ( Ushulut-Takhrij ), karena pengetahuan mereka sangat luas dan ingatan
mereka sangat kuat terhadap sumber-sumber sunnah. Ketika mereka membutuhkan
hadist sebagai penguat, dalam waktu singkat mereka dapat menemukan tempatnya
dalam kitab-kitab hadist berdasarkan dugaan yang kuat.Disamping itu, mereka
mengetahui sistematika penyusunan kitab-kitab hadist, sehingga mudah bagi
mereka untuk mempergunakan dan memeriksa kembali guna mendapatkan hadist. Hal
seperti itu juga mudah bagi orang yang membaca hadist pada kitab-kitab selain
hadist, karena ia berkemampuan mengetahui sumbernya dan dapat sampai pada
tempatnya dengan mudah.
Keadaan seperti
itu berlangsung sampai berabad-abad, hingga pengetahuan para ulama tentang
kitab-kitab hadist dan sumber aslinya menjadi sempit, maka sulitlah bagi mereka
untuk mengetahui tempat-tempat hadist yang menjadi dasar Ilmu Syar‟i, seperti
fikih, tafsir, sejarah, dan sebagainya. Berangkat dari kenyataan inilah
sebagaian ulama‟ bangkit untuk membela hadist dengan cara menakhrijkannya dari
kitab-kitab selain hadist, menisbatkannya pada sumber asli, menyebutkan
sanad-sanadnya, dan membicarakan kesahihan dan kedhoifan sebagian atau
seluruhnya maka timbullah kitab-kitab takhrij.[5]
Ulama yang
pertama kali melakukan Takhrij menurut Mahmud Ath-Thohan adalah Al- Khatib
Al-Baghdadi (w, 436 H) , Kemudian dilakukan pula oleh Muhammad bin Musa
Al-Hazimi (w. 584 H) dengan karyanya yang berjudul Takhrij Ahadist
Al-Muhadzdzab. Ia mentakhrij kitab fikih karya Abu Ishaq Asy-Syirazi. Ada juga
ulama lainnya seperti Abu Qosim Al-Husaini dan Abu Al-Qosim Al-Mahrawani.Karya
kedua ulama ini hanya beberapa mahthuthah (manuskrip) saja.
Pada
perkembangan selanjutnya, cukup banyak bermunculan kitab yang berupaya
mentakhrij kitab-kitab dalam berbagai ilmu agama.[6]
Ulama-ulama
hadist telah menulis berpuluh-puluh kitab-kitab tentang Takhrij, yang populer
di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Kitab
Takhrij Ahadisil Muhadzab, karya Abu Ishaq Al-Syirozi, tulisan Muhammad bin
Musa Al-Hazimi(w. 584 H).
2. Kitab
Takhriju Ahadisil Mukhtashoril Kabir, karya Ibnu Hajib, tulisan Ahmad bin Abdul
Hadi Al-Maqdisi(w. 774 H).
3. Kitab Nasbur
Royah Li Ahadisil Hidayah , karya Al-Margigani, tulisan Abdulloh bin Yusuf
Az-Zaila‟i(w. 762 H).
4. Kitab
Takhriju Ahadisil Kassyaf li Az-Zamakhsyari, karya Al-Jahiz, tulisan Hafidz
Az-Zailai.
5. Kitab
Al-Badrul Munir fi Takhrijil Ahadisti wa Asiril Waqi‟ati Fish-Syrkhil Kabiri,
karya Rofi‟i, tulisan Umar bin Ali bin Al-Mulqin(w. 804 H).
6. Kitab
Al-Mughni An Hamilil Asfar Fil Al-Ashfar Fi Takhriji Ma Fil Ihya‟ Minal Akhbar,
tulisan Abdur-Rahim bin Al-Husain Al-Iroqi(W.806 H).
7. Kitab-kitab
Takhrij At-Turmudzi yang ditandainya dalam setiap tulisan Al-Hafidz Al-Iroqi
juga.
8. Kitab-kitab
Talkhisul Kabir Fi Takhrijil Ahadisti Syarkhil Wajizil Kabir, Kitab Ar-Rofi‟i,
tulisan Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Ashqolani(w. 852 H).
9. Kitab Ad-
Diroyah fi Takhrijil ahadisil Hidayah, tulisan Al-Hafidz Ibnu Hajar juga.
10. Kitab
Tuhfatur-Rawi Fi Takhriji Ahadisil Baidawi, tulisan Abdur Rouf Al Munawi(w.1031
H).[7]
C. Tujuan dan
Manfaat Takhrjul Hadist
Kegiatan
Takhrijul Hadist mempunyai tujuan yang ingin dicapai.Adapun tujuannya adalah
sebagai berikut:
a) Mengetahui
sumber otentik suatu hadist dari buku hadist apa saja yang didapatkan.
b) Mengetahui
ada berapa tempat hadist tersebut dengan sanad yang berbeda di dalam sebuah
buku hadist atau dalam beberapa buku induk hadist.
c) Mengetahui
kualitas hadist makbul(diteirma) atau mardud( ditolak).
d) Mengetahui
eksistensi suatu hadist apakah benar suatu hadist yang ingin diteliti terdapat
dalam buku-buku hadist atau tidak.[8]
e) Mengetahui
asal-usul riwayat hadist yang akan diteliti.
f) Mengetahui
seluruh riwayat bagi hadist yang akan diteliti.
g) Mengetahui
ada atau tidak adanya syahid dan mutabi‟ pada hadist yang akan diteliti.[9]
Tidak dapat
dipungkiri bahwa manfaat Takhrij adalah sangat besar terutama bagi orang yang
mempelajari hadist dan ilmunya. Adapun manfaat takhrijul hadist cukup banyak
diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Menghimpun
sejumlah sanad hadist, dengan takhrij seseorang dapat menemukan sebuah hadist
yang akan diteliti di sebuah atau beberapa tempat di dalam kitab Al-Bukhori
saja, atau di dalam kitab-kitab lain. Dengan demikian ia akan menghimpun
sejumlah sanad.
2) Mengetahui
referensi beberapa buku hadist, dengan takhrij seseorang dapat mengetahui siapa
perawi suatu hadist dan yang diteliti dan didalam kitab hadist apa saja hadist
tersebut didapatkan.
3) Mengetahui
keadaan sanad yang bersambung(muttashil) dan yang terputus(munqothi‟) dan
mengetahui kadar kemampuan perawi dalam mengingat hadist serta kejujuran dalam
periwayatan.
4) Mengetahui
status suatu hadist. Terkadang ditemukan sanad suatu hadist dhoif, tetapi
melalui sanad lain hukumnya sahih.
5) Meningkatkan
suatu hadist yang dhoif menjadi hasan lighorihi karena adanya dukungan sanad
lain yang seimbang atau lebih tinggikualitasnya, atau meningkatnya hadist hasan
menjadi shohih ligoirihi dengan ditemukannya sanad lain yang seimbang atau
lebih tinggi kualitasnya.
6) Mengetahui
bagaimana para imam hadist menilai suatu kualitas hadist dan bagaimana kritikan
yang disampaikan.
7) Seseorang
yang melakukan takhrij dapat menghimpun beberapa sanad dan matan hadist.[10]
8) Dengan
takhrij dapat diketahui banyak sedikitnya beberapa jalur periwayatan suatu
hadist yang sedang menjadi topik kajian.
9) Dengan
takhrij akan diketahui kuat dan tidaknya periwayatan. Makin banyaknya jalur
periwayatan akan menambah kekutan riwayat, sebaliknya tanpa dukungan
periwayatan lain maka berarti kekuatan periwayatan tidak bertambah.
10) Dengan
takhrij kekaburan suatu periwayatan, dapat diperjelas dari periwayatan jalur
isnad yang lain. Baik dari segi rawi, isnad maupun matan hadist.
11) Dengan
takhrij akan dapat ditentukan status hadist shahih dzatihi atau shahih
lighoirihi li ghoirihi, hasan li dzatihi atau hasan lighoirihi. Demikian juga
akan diketahui istilah hadist mutawatir, masyhur, aziz, dan ghorib.
12) Dengan
takhrij akan dapat diketahui persamaan dan perbedaan atau wawasan yang lebih
luas tentang berbagai periwayatan dan beberapa hadist terkait.
13) Memberika
kemudahan bagi orang yang hendak mengamalkan setelah mengetahui bahwa hadist
tersebut adlah maqbul(dapat diterima), sebaliknya orang yang tidak
mengamalkannya apabila mengetahui bahwa hadist tersebut mardud(ditolak).
14) Mengetahui
keyakinan bahwa suatu hadist adalah benar-benar berasal dari Rosululullah SAW
yang harus diikuti karena adanya bukti-buktiyang kuat tentang kebenaran
hadist tersebut, baik dari segi sanad maupun matan.[11]
D. Metode
Takhrij
Jika kita
hendak menakhrijkan hadist dan hendak mengetahui dan tempatnya dalam sumber
aslinya, terlebih dahulu harus mempelajari keadaan hadist. Hal ini dengan cara
melihat sahabat yang meriwayatkannya, pokok bahasannya, lafal-lafalnya, lafal
pertamanya, atau dengan melihat sifat-sifat tertentudalam sanad atau matannya.
Demikian ini agar kita dapat menentukan metode yang tepat dan mudah dalam menakhrijkan
hadist yang dimaksud.
Menurut Mahmud
At-Thohan macam-macam metode menakhrijkan hadist adalah sebagai berikut:
a. Dengan cara
mengetahui sahabat yang meriwayatkan hadist.
Metode takhrij
ini dapat diterapkan selama nama sahabat yang meriwayatkan terdapat dalam
hadist yang hendak ditakhrij. Jika sebaliknya atau tidak mungkin dapat
diketahui dengan cara apapun, maka metode ini tidak dapat diterapkan.
Adapun
kitab-kitab pembantu metode ini adalah sebagai berikut:
1. Kitab-kitab
Musnad
Musnad adalah
kitab hadist yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat, atau kitab yang
menghimpun hadist-hadist sahabat.
2. Kitab-kitab
Mu‟jam.
Mu‟jam adalah
kitab-kitab hadist yang yang disusun berdasarkan musna-musnad sahabat,
guru-gurunya, Negara atau lainnya.dan umumnya susunan nama- nama sahabat itu
berdasarkan urutan huruf hijaiyah, tetapi ada kitab-kitab mu‟jam yang disusun
berdasarkan musna-musnad sahabat.
3. Kitab-kitab
Atraf
Kitab Atraf
adalah bagian kitab-kitab hadist yang hanya menyebutkan bagian(tarf) hadist yang
dapat menunjukankeseluruhannya, kemudian menyebutkan sanad-sanadnya, baik
secara menyeluruh atau hanya dinisbahkan (dihubungkan) pada kitab-kitab
tertentu.[12]
b. Metode
Takhrij menurut Lafadz Pertama dari Matan Hadist.
Metode takhrij
hadist dari lafadz pertama, yaitu suatu metode berdasarkan pada lafadz pertama
matan hadist, sesuai dengan urutan huruf hijaiyah dan alfabetis, sehingga
metode ini mempermudah pencarian hadist yang dimaksud.13[13]
Adapun
kitab-kitab yang membantu kita dalam menggunakan metode ini adalah sebagai
berikut:
1) Kitab-kitab
tentang hadist-hadist yang masyhur di kalangan masyarakat.
Yaitu
ucapan-ucapan yang banyak beredar dan selalu diriwayatkan di kalangan
masyarakat, yang disandarkan pada nabi Muhammad SAW.
2) Kitab-kitab
tentang hadist yang disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah.
3) Kitab-kitab
miftah(kunci) dan Fahras (kamus) kitab-kitab hadist tertentu.
c. Mencari
Hadist berdasarkan Tema
Penelusuran
Hadist yang didasarkan pada tema / topic (maudhu‟i) hendaknya sudah mengetahui
topic hadist kemudian ditelusuri melalui kamus hadist tematik. Salah satu kamus
hadist tematik adalah Miftah min Kunuz As-Sunnah oleh Dr. Fuad Abdul Baqi,
terjemahan dari aslinya berbasa inggris A Handbook of Early Muhammadan karya
A.J Wensink. Pencarian matan hadist yang berdasarkan topic masalah sangat
menolong pengkaji hadist yang ingin memahami petunjuk-petunjuk hadist dalam
segala konteksnya.14[14]
d. Metode
Takhrij menurut Lafadz-Lafadz yang Terdapat dalam Hadist.
Metode Takhrij
hadist menurut lafadz yang terdapat dalam hadist, yaitu suatu metode yang
berlandaskan pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadist, baik berupa kata
benda ataupun kata kerja.Dalam metode ini tidak digunakan huruf-huruf, tetapi
yang dicantumkan adalah bagian hadistnya sehingga pencarian hadist-hadist yang
dimaksud dapat diperoleh.
Kamus yang
diperlukan dalam dalam metode takhrij ini salah satunya yang paling mudah
adalah Kamus Al-Mu‟jam Al-Mufahras li Alfadz Al-Hadist An-Nabawi yang disusun
oleh A.J Wensinck dan kawan-kawannya dalam 8 jilid.[15]
e. Metode
dengan Jalan Meneliti Sanad dan Matan Hadist.
Metode ini
adalah mempelajari tentang keadaan matan dan sanad hadist, kemudian mencari
sumbernya dalam kitab-kitab yang membahas tentang keadaan matan dan sanad
hadist tersebut. Metode ini terbagi menjadi 3 yaitu sebagai berikut:
1. Penelitian
Matan
Jika dalam
matan hadist terdapat tanda-tanda kepalsuan seperti lemah lafalnya, rusak
maknanya atau bertentangan dengan teks Al-Qur‟an yang sarih atau sebagainya,
maka cara yang tepat untuk mengetahui sumbernya adalah melihat kitab-kitab
Al-Maudhuat(Kitab-kitab tentang hadist maudhu‟). Dengan kitab-kitab ini, dapat
diketahui hadist-hadist yang mempunyai sifat-sifat tersebut diatas, takhrijnya,
bahasan, dan penjelasan tentang orang yang memalsukannya. Contoh kitab-kitab
tentang hadist maudhu‟ adalah Al Maudu‟atul Kubro karya Syekh Ali Al-Qori Al
Harawi (w, 1014 H) dan kitab Tanzihus-Syari‟ah Al Marfu‟ah Anil Ahadist-
Syari‟ah Al Maudhuat karya Abu hasan Ali sbin Muhammad bin Iraq Al Kinani(w, 963
H).
Jika matan
hadist tersebut termasuk hadist qudsi maka sumber yang tepat untuk mencarinya
adalah kitab-kitab khusus yang membahas tentang hadist qudsi karena di dalamnya
disebutkan hadistdan perawinya secara lengkap, misalnya dalam kitab Misykatul Anwar
Fima Ruwiya Anillahi Subhanahu Wa Ta‟ala Minal Akbar karya Muhyidin Muhammad
bin Ali binArabi Al Khatimi Al-Andulisi(w, 638 H).
2. Penelitian
Sanad
Kegiatan ini
dilakukan jika dalam sanad suatu hadist terdapat kesamaran,seperti:
a) Seorang
bapak meriwayatkan hadist dari anaknya, maka sumber yang tepat untuk
menakhrijkannya adalah kitab-kitab khusus tentang hadist-hadist riwayat bapak
dari anaknya. Misalnya kitab Riwayatul Aba‟ „Anil Abna‟, karya Abu Bakar Ahmad
bin Ali Al-Khatib Al-Bagdadi(w, 436 H).
b) Sanadnya
Musalsal, maka dapat digunakan kitab-kitab yang membahas tentang hadist
musalsal, diantaranya seperti kitab Al Musalsalatul Kubra, karya As-Suyuthi
yang menghimpun 85 hadist musalsal.
c) Sanadnya
Mursal, maka digunakan kitab-kitab tentang hadist mursal, diantaranya seperti
kitab Al-Marasil, karya Abu Dawud As Sijistani.
d) Perawinya
lemah, maka dapat dicari dalam kitab-kitab tentang perawi dho‟if dan yang masih
dibicarakan kualitasnya diantaranya esperti kitab Mizanul I‟tidal karya
Az-Zahabi.
3. Penelitian
Matan dan Sanad
Kegiatan ini
dilakukan jika dalam suatu hadist yang akan diteliti terdapat beberapa sifat
dan keadaan separti adanya „illat dan kesamaran hadist, maka dapat mencari
hadist tersebut dalam kitab-kitab yang membahas tentang “illat dan kesamaran
hadist, diantaranya kitab „ Illalul hadist karya Ibnu Hatim Ar-Razi, Al-Asma‟ul
Mubhamah dalam Fil Anbail Mukhkamah karya Al-Khatib Al-Bagdadi, Al-Mustafad Min
Mubhamatil Matni wal Isnad, karya Abu Zur‟ah Ahmad bin Abdur Rohim Al‟Iroqi.[16]
Berdasarkan
kelima metode takhrij di atas dapat diambil kesimpulan bahwa seorang peniliti
hadist harus memahami tentang metode-metode takhrij dan kitab-kitab yang
dipakai dalam mempraktikan setiap metode takhrij itu.Peneliti hadist juga harus
faham tentang ulumul hadist dan cabang-cabang ilmu hadist.
E.
Langkah-Langkah Praktis Penelitian Hadist
Langkah-Langkah
penelitian Hadist meliputi penelitian sanad dan penelitian matan.
1. Penelitian
Sanad dan Rawi Hadist
a) Meneliti
sanad dan Rawi adalah takhrij
b) I‟tibar
yaitu menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadist tertentu, dan hadist
tersebut pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat rawi saja, dan dengan
menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada rawi
yang lain atau tidak untuk bagian sanad dari sanad yang dimaksud.[17]
Langkah ini
tidak dapat ditinggal sama sekali, mengingat sebelum melakukan penelitian
terhadap karakteristik terhadap setiap rawi, perlu diketahui lebih duhulu
rangkaian para rawi yang terlibat dalam periwayatan hadist yang bersangkutan.
Langkah ini dilakukan dengan membuat skema sanad.
c) Meneliti
nama para rawi yang tercantum dalam skema sanad (penelitian asma Ar-ruwat).
Langkah ini dilakukan dengan mencari nama, nisbat, kunyah, danlaqob setiap rawi
dalam kitab-kitab rijalul hadist, seperti kitab Tahdzib At-Tahdzib.
d) Meneliti
Tarikh Ar-Ruwat, yaitu meneliti al-Masyayikh wa al-Talamidz(Guru dan murid) dan
al-mawalid wa al-wafayat (tahun kelahiran dan kematian). Dengan langkah ini
dapat diketahui bersambung atau tidaknya suatu sanad.
e) Meneliti
Jarh wa Ta‟dil untuk mengetahui karakteristik rawi yang bersangkutan, baik dari
segi aspek moral maupun aspek intelektualnya(keadilan dan kedhobitannya)
2. Penelitian
Matan
Langkah
terakhir adalah penelitian terhadap matan hadist, yaitu menganalisa matan untuk
mengetahui kemungkinan adanya „illat dan syudzudz padanya.Langkah ini dapat
dikatakan sebagai langkah yang paling berat dalam penelitian suatu hadist, baik
teknik pelaksanaannya maupun aspek tanggung jawabnya.Hal itu karena kebanyakan
pengalaman suatu hadist justru lebih bergantung pada hasil analisis matannya
daripada penelitian sanad.[18]
Langkah ini
memerlukan wawasan yang luas dan mendalam, untuk itu seorang peneliti dituntut
untuk menguasai bahasa arab dengan baik, menguasai kaidah-kaidah yang berkaitan
dengan tema matan hadist , memahami isi al-Qur‟an, baik tekstual maupun
kontekstual, memahami prinsip-prinsip ajaran islam, mengetahui metode
istinbath, dan sebagainya.
uraian di atas
dapat disimpulan bahwa Langkah-langkah praktis penelitian hadis yaitu melalui
penelitian sanad dan rowi hadits serta penelitian matan hadits.
F. Kitab-kitab untuk Takhrij Hadist
Ketika
melakukan takhrij hadist kita memerlukn kitab-kitab yang berkaitan dengan
takhrij hadist ini. Adapun kitab-kitab tersebut antara lain sebagai berikut:
1) Hidayatul
bari ila tartibi Ahadisil Bukhori
Penyusun kitab
ini adalah Abdur Rohman Ambar Al-Misri At-Tahtawi.Kitab ini disusun khusus
untuk mencari hadist-hadist yang termuat dalam Sokhikh Bukhori. Lafadz hadist
disusun menurut aturan huruf abjad arab, namun hadist-hadist yang dikemukakan
secara berulang dalam Sokhikh Bukhori tidak dimuat secara berulang dalam kamus
di atas. Dengan demikian perbedaan lafadz dalam matan hadist riwayat Al-Bukhori
tidak dapat diketahui melalui kamus tersebut.
2) Mu‟jam
Al-Fadzi wala Siyyama Al-Garibu Minha atau Fahras litartibi Ahadisti Sokhikh
Muslim
Kitab tersebut
merupakan salah satu juz ke-5 dari kitab Shohih Muslim yang disunting oleh
Muhammad Abdul Baqi. Juz ke 5 ini merupakan kamus terhadap juz ke 1-4 yang
berisi:
a) Daftar
urutan judul kitab, nomor hadist, dan juz yang memuatnya.
b) Daftar nama
para sahabat Nabi yang meriwayatkan hadist yang termuat dalam Shohih Muslim.
c) Daftar awal
matan hadist dalam bentuk sabda yang tersusun menurut abjad serta menerangkan
nomor-nomor hadist yang diriwayatkan oleh Bukhori bila kebetulan hadist
tersebut juga diriwayatkan oleh Bukhori.
3) Miftahus
Shokhihain
Kitab ini
disusun oleh Muhammad Syarif bin Mustofa Al-Tauqiyah. Kitab ini dapat digunakan
untuk mencari hadist-hadist yang diriwayatkan oleh Muslim, akan tetapi
hadist-hadist yang dimuat dalam kitab ini hanyalah hadist-hadist yang berupa
sabda saja. Hadist tersebut disusun menurut abjad dari awal lafadz matan
hadist.
4) Al-Bughyatu fi Tartibi Ahadisti Al-Hiyah
Kitab ini disusun oleh Sayyid Abdul Aziz bin Al-Sayyid
Muhammad bin Sayyid Siddiq Al-Qomari. Kitab hadist tersebut memuat dan
menerangkan hadist-hadist yang tercantum dalam kitab yang disusun oleh Abu
Nuaim Al-Asbuni(W.340 H) yang berjudul Hilyatul Auliyai wathabaqotul Asfiyani.
Sejenis dengan kitab tersebut adalah kitab Miftahut Tartibi
li Ahadisti Tarikhil Khotib yang disusun oleh Sayyid Ahmad bin Sayyid Muhammad
bin Sayyid As-Shiddiq Al-Qomari yang memuat dan menerangkan hadist-hadist yang
tercantum dalam kitab sejarah yang disusun oleh Abu Bakar bin Ali bin Subit bin
Ahmad Al-Baghdadi yang dikenal dengan Al-Khotib Al-Bagdadi(w 436 H). Kitabnya
diberi judul Tarikhu Baghdadi yang terdiri dari 4 jilid.
5) Al-Jamius Shogir
Kitab ini disusun oleh Imam Jalaludin Abdurrohman
As-Suyuthi(w 91 H). Kitab kamus hadist ini memuat hadist-hadist yang terhimpun
dalam kitab himpunan hadist yang disusun oleh As-Suyuthi juga, yakni Jam‟ul
jawami‟.
Hadist yang dimuat dalam kitab Jami‟us Shogir disusun
berdasarkan urutan abjad dari awal lafadz matan hadist.Sebagian dari hadist
–hadist itu ada yang ditulis secara lengkap dan ada pula yang ditulis sebagian
saja, namun telah mengandung pengertian yang cukup.
Kitab hadist
tersebut juga menerangkan nama-nama sahabat Nabi yang meriwayatkan hadist yang
bersangkutan dengan nama-nama mukhorrij nya(periwayat hadist yang menghimpun
hadist dalam kitabnya), selain itu hampir setiap hadist yang dikutip dijelaskan
kualitasnya menurut penilaian yang dilakukan atau disetujui oleh As-Suyuthi.
6) Al Mu‟jam Al
Mufahras li Al Alfadzi Hadist Nabawi
Penyusun kitab
ini adalah sebuah tim dari kalangan orientalis. Diantara anggota tim yang
paling aktif dalam kegiatan prosespenyusunan adalah Dr.Arnold John Wensink(w
939 M), seorang profesor bahasa semit, ternasuk bahasa Arab di Universitas
Leiden, Belanda.
Kitab ini
dimaksudkan untuk mencari hadist yang berdasarkan petunjuk lafadz matan
hadist.Berbagai lafadz yang disajikan tidak dibatasi hanya lafadz-lafadz yang
berada di tengah dan bagian-bagian lain dari matan hadist. Dengan demikian,
kitab Mu;jam mampu memberikan informasi kepada pencari matan dan sanad hadist
selama sebagian dari lafadz matan yang dicarinya itu telah dikeytahuinya.Kitab
Mu‟jam ini terdiri dari tujuh juz dan dapat digunakan untuk mencari
hadist-hadist yang terdapat dalam sembilan kitab hadist, yakni Shohih Bukhori,
Shohih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Turmudzi, Sunan An-Nasa‟i, Sunan, Ibnu
Majah, Sunan Darimi, Muwatta Malik, dan Musnad Ahmad.[19]
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa diantaranya ada 6 kitab yang diperlukan
ketika melakukan takhrij hadits yaitu Hidayatul bari ila tartibi Ahadisil
Bukhori, Mu‟jam Al-Fadzi wala Siyyama Al-Garibu Minha atau Fahras litartibi
Ahadisti Sokhikh Muslim, Miftahus Shokhihain, Al-Bughyatu fi Tartibi Ahadisti
Al-Hiyah Al-Jamius Shogir, Al Mu‟jam Al Mufahras li Al Alfadzi Hadist Nabawi.
BAB III
KESIMPULAN
Takhrij hadits
merupakan kegiatan penelitian suatu hadits baik dari segi sanad, rowi, maupun
matan hadits.Ketika semangat belajar mereka melemah mereka kesulitan untuk
mengetahui tempat-tempat hadist yang dijadikan sebagai rujukan para ulama
syar‟i. Maka sebagian ulama bangkit dan memperlihatkan hadist-hadist yang ada
pada sebagian kitab dan menjelaskan sumbernya dari kitab As-Sunnah yang asli,
menjelaskan metodenya, dan menerangkan hukumnya dari yang shohih atas yang
dho‟if. Lalu muncullah apa yang dinamakan dengan “ Kutub At-Takhrij” (buku-buku
takhrij).
Takhrij hadist
mempunyai tujuan yaitu meneliti dan menjelaskan tentang hadist pada orang lain
dengan menyebutkan para periwayat dalam sanad hadist tersebut , mengeluarkan
Manfa‟at takhrij hadist sangat besar terutama bagi orang yang mempelajari
hadist dan mendalami ulumul hadist.
Metode-metode
takhrij antara lain yaitu dengan cara mengetahui sahabat yang meriwayatkan
hadits, Metode Takhrij menurut Lafadz Pertama dari Matan Hadist.Mencari Hadist
berdasarkan Tema, Metode Takhrij menurut Lafadz-Lafadz yang Terdapat dalam
Hadist, Metode dengan Jalan Meneliti Sanad dan Matan Hadist
. Langkah praktis penelitian hadits
adalah penelitian rowi, sanad, I‟tibar, Tarikh Ar-ruwat, Al Jarh wa Ta‟dil
serta matan hadits.Kitab yang diperlukan ketika melakukan takhrij hadits yaitu
Hidayatul bari ila tartibi Ahadisil Bukhori, Mu‟jam Al-Fadzi wala Siyyama
Al-Garibu Minha atau Fahras litartibi Ahadisti Sokhikh Muslim, Miftahus
Shokhihain, Al-Bughyatu fi Tartibi Ahadisti Al-Hiyah Al-Jamius Shogir, Al
Mu‟jam Al Mufahras li Al Alfadzi Hadist Nabawi.
DAFTAR PUSTAKA
ü
Abu Muhammad Al-Mahdi Ibn Abd
Al-Qodir Al-Hadi. Darul Ikhtisam: Thariqu Takhrij Hadist Rosululloh
ü
Ahmad,Muhammad . Ulumul Hadist.
Bandung: Pustaka Setia. 2004
ü
Al- Marbawi. Kamus Idris Al-Marbawi,....
ü
Al-Kinani. Ar-Risalatul Mustatrofah.
Damaskus: Darul Fikr, 1383 H.
ü
Ath-Thahan, Mahmud. Metode Takhrij
dan Penelitian Sanad Hadist. Surabaya: PT.Bina Ilmu. 1995.
ü
Ath-Thahan, Mahmud. Ushul At-Takhrij
wa Dirosah As-Sanid. Riyadh : Maktabah Rosyad.
ü
Husain,Ahmad. Kajian Hadist Metode
Takhrij. Jakarta Timur: Pustaka Al Kaustar.1993.
ü
Ibn Hajar al-Asqalani, Tahdzib
al-Tahdzib
ü
Ismail,Syuhudi . Metodologi
Penelitian Hadit Nabi. Jakarta: Bulan Bintang. 1991.
ü
Majid Khon,Abdul. Ulumul Hadist.
Jakarta: Amzah.2007
ü
Ranuwijaya, Utang.Ilmu Hadist.
Jakarata: Gaya Media Pratama.1996.
[1] 1Al- Marbawi, Kamus Idris Al-Marbawi,....167
[2]Abu Muhammad Al-Mahdi Ibn Abd Al-Qodir Al-Hadi. Darul
Ikhtisam: Thariqu Takhrij Hadist Rosululloh , 6
[3]Mahmud Ath-Thahan. Ushul At-Takhrij wa Dirosah
As-Sanid, (Riyadh : Maktabah Rosyad). 12
[4]Syuhudi
Ismail, Metodologi Penelitian Hadit Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), 41-42
[5]5 Mahmud Ath-Thahan, Metode Takhrij dan Penelitian
Sanad Hadist, (Surabaya: PT.Bina Ilmu, 1995), 7-8
[6]Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadist,(Jakarata: Gaya Media
Pratama,1996), 115
[7]Al-Kinani, Ar-Risalatul Mustatrofah, (Damaskus: Darul
Fikr, 1383 H), 185-190
[8]Abdul Majid Khon, Ulumul Hadist, (Jakarta: Amzah,
2007), 117-118
[9]Syuhudi, Ibid.,44
[10]Abdul
Majid.,118
[11]Ahmad Husain, Kajian Hadist Metode Takhrij, (Jakarta
Timur: Pustaka Al Kaustar,1993), 107
[12]Mahmud, Ibid.,26-30
[13]Muhammad Ahmad, Ulumul Hadist, (Bandung: Pustaka Setia,
2004), 132-135
[14]Abdul Majid., Ibid.,121
[15]Ibid.,55
[16]Mahmud
At-Tahan, Metode Takhrij......Ibid.,92-95.
[17]Syuhudi
Ismail., Ibid.,51
[18]Agus
Solahudin, Ulumul Hadist, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 204-205
[19]Muhammad.,Ibid.,132-146